Dugaan Jual Beli Proyek Disbudpora Kabupaten Bekasi: Skandal yang Menampar Akal Sehat Publik
Skandal ini mencederai nilai-nilai moral dan etika pemerintahan. Dalam konteks pelayanan publik, seorang kepala dinas seharusnya menjadi teladan dalam integritas, bukan justru terlibat dalam dugaan praktik amoral demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Bekasi –ZONABEKASI.ID – Isu dugaan jual beli proyek kembali mencoreng wajah birokrasi di Kabupaten Bekasi. Kali ini, sorotan publik mengarah ke Dinas Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disbudpora). Informasi yang beredar luas menyebutkan adanya indikasi keterlibatan oknum pejabat, termasuk kepala dinas, dalam praktik pengaturan proyek Tahun Anggaran (TA) 2025 dengan imbalan sejumlah uang yang diduga ditransfer ke rekening pihak ketiga.
Menurut sumber terpercaya yang enggan disebutkan identitasnya, praktik ini melibatkan langsung Kepala Disbudpora Kabupaten Bekasi, IN. Ia diduga memberikan instruksi kepada orang kepercayaannya, berinisial “O” — yang tak lain adalah sopir pribadinya — untuk menjadi perantara transaksi dengan para kontraktor.
Lebih mengejutkan, proses transaksional tersebut kini tak lagi berlangsung sembunyi-sembunyi. Dana yang diduga sebagai “uang pelicin” disebut-sebut ditransfer langsung ke rekening milik seorang perempuan berinisial “A”, bukan lagi diserahkan secara tunai seperti praktik-praktik gelap di masa lalu.
“Transaksi tidak lagi seperti main petak umpet. Sudah terang-terangan lewat transfer ke rekening seseorang,” ungkap sumber kepada Zonabekasi.id, Senin (30/6/2025).
Jika informasi ini benar, maka ada indikasi kuat pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 12 huruf e, disebutkan bahwa setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu dengan imbalan proyek, dianggap sebagai tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman berat.
“Jika seorang kepala dinas menggunakan pengaruh jabatannya untuk meminta atau memerintahkan orang lain menerima uang dari kontraktor, itu bentuk gratifikasi atau pemerasan. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga pidana,” ujar seorang pakar hukum dari Universitas Bhayangkara Jakarta, saat dimintai komentar.
⚖️ Moralitas yang Terluka: Keteladanan yang Hilang
Skandal ini mencederai nilai-nilai moral dan etika pemerintahan. Dalam konteks pelayanan publik, seorang kepala dinas seharusnya menjadi teladan dalam integritas, bukan justru terlibat dalam dugaan praktik amoral demi keuntungan pribadi atau kelompok.
“Birokrasi kita semakin tidak punya rasa malu jika benar ada transaksi proyek yang terang-terangan seperti ini. Bayangkan, sopir pribadi dijadikan broker proyek. Di mana marwah pemerintahan?” kritik seorang tokoh pemuda Bekasi, Ubay Bayhaqi.
Masyarakat, terutama generasi muda, bisa menjadi apatis terhadap politik dan pemerintahan jika figur-figur di birokrasi justru menjadi contoh buruk. Hilangnya moralitas pejabat publik bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan menjadi ancaman terhadap kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi.
💰 Uang Rakyat yang Dikhianati
Yang tak kalah penting, dana yang diperjualbelikan tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Itu berarti, uang rakyat — yang seharusnya digunakan secara akuntabel untuk pembangunan kebudayaan dan pengembangan pemuda — malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Jika pengadaan proyek sudah “diatur” sejak awal dengan skema setor uang, maka kualitas pekerjaan sangat mungkin dikompromikan. Imbasnya, masyarakat akan menerima fasilitas dan layanan yang tidak maksimal, karena proses awalnya saja sudah cacat etik dan hukum.
“Pembangunan akan jadi sandiwara belaka kalau proyeknya ditenderkan kepada yang bisa menyetor, bukan kepada yang benar-benar kompeten,” tambah pengamat kebijakan publik, Rita Mardiana.
🕵️♂️ Desakan Audit dan Investigasi Terbuka
Menanggapi kabar ini, berbagai pihak mendorong Inspektorat Daerah, BPK, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan. Laporan publik maupun pemberitaan media sudah cukup menjadi dasar investigasi awal.
Lembaga penegak hukum diminta tidak menunggu hingga ada kerugian negara terjadi, karena skema transaksi seperti ini adalah indikasi perencanaan korupsi sejak dini.
Upaya konfirmasi dari awak media terhadap Kepala Disbudpora, Iman Nugraha, belum membuahkan hasil. Pesan singkat yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp tak direspons. Awak media juga sempat mendatangi kantornya, namun yang bersangkutan tidak berada di tempat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Disbudpora Kabupaten Bekasi belum memberikan klarifikasi atau tanggapan resmi.
Skandal ini harus menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran moral dan penyalahgunaan kewenangan di pemerintahan daerah. Rakyat menanti bukti nyata bahwa hukum masih berdiri tegak, tidak hanya untuk rakyat kecil, tetapi juga untuk para pemegang jabatan.
Keterbukaan, audit menyeluruh, dan sanksi yang tegas akan menjadi bukti bahwa uang rakyat tidak bisa dimainkan seenaknya, bahkan oleh mereka yang seharusnya menjaganya.
“Keadilan bukan hanya tentang menghukum, tetapi juga mengembalikan kepercayaan rakyat kepada negaranya,” – (Catatan Redaksi)
Bekasi — ZONABEKASI.ID – Proyek pembangunan drainase yang berlokasi di Kampung Pule, Desa Sukamantri, Kecamatan Karang Bahagia, Kabupaten Bekasi, menjadi…