Cikarang, 15 Juli 2025 — zonabekasi.id – Dunia berubah, teknologi berlari kencang, dan kecerdasan buatan (AI) terus menyusup ke setiap sendi kehidupan. Namun bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Abdul Mu’ti, ada satu hal yang tak boleh tergantikan: nilai-nilai kemanusiaan dalam pendidikan.
Dalam kuliah umum di President University Convention Center, Selasa (15/7), Prof. Mu’ti mengajak mahasiswa dan insan pendidikan untuk tidak hanya mengejar kecanggihan teknologi, tetapi juga membangun kembali fondasi utama: karakter, empati, dan kreativitas.
“AI bisa lebih cepat, lebih pintar menghitung. Tapi hanya manusia yang bisa merasakan dan menciptakan makna. Itu yang harus kita jaga dalam pendidikan,” ujar Mu’ti di hadapan ratusan peserta yang memenuhi aula PUCC, Kota Jababeka.
AI di Sekolah Dasar: Inovasi atau Ancaman?
Pemerintah kini sedang merancang kebijakan baru: AI akan masuk sebagai mata pelajaran pilihan di sekolah dasar dan menengah mulai tahun ajaran 2025/2026. Namun Menteri Mu’ti menggarisbawahi bahwa tidak semua sekolah bisa langsung menerapkannya.
“Kami sadar, tidak semua daerah punya akses yang sama. Maka, penerapan akan dilakukan bertahap, sesuai kesiapan sekolah,” jelasnya.
AI, bersama coding dan literasi digital, diproyeksikan sebagai bagian dari penguatan keterampilan abad ke-21. Tapi yang lebih penting, kata Mu’ti, adalah pendidikan nilai dan pembentukan jati diri sejak dini.
Ancaman Nyata: Ketika Anak Terlalu Cepat Terhubung, Tapi Terputus dari Nilai
Prof. Mu’ti juga mengangkat fenomena “brain rot” — kondisi di mana daya pikir kritis menurun karena anak-anak terlalu bergantung pada informasi instan dan gadget.
“Banyak yang tahu banyak, tapi tak mampu berpikir mendalam. Ini yang terjadi ketika proses belajar dikalahkan oleh kecepatan akses,” katanya.
Sebagai solusi, kementerian memperkuat kurikulum PPKN, pendidikan karakter, dan etika digital sebagai pagar agar generasi muda tak hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga matang secara moral.
SMA Presiden Jadi Teladan Pendidikan Berkarakter
Sebelum ke President University, Prof. Mu’ti menyambangi SMA Presiden, sekolah berasrama yang menerapkan pendekatan semi-militer. Ia memuji sinergi antara pendidikan akademik dan pembinaan karakter yang diterapkan di sana.
“Saya melihat komitmen luar biasa di SMA Presiden untuk mencetak anak-anak yang disiplin, tangguh, dan siap memimpin,” ungkapnya.
SD Darmono: Bangun Generasi Pencipta, Bukan Sekadar Pekerja
Pendiri President University, Setyono Djuandi Darmono, turut membuka kuliah umum ini. Dalam pidatonya, ia mengingatkan bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak pencipta lapangan kerja, bukan hanya pencari kerja.
“Pendidikan harus membekali anak-anak kita agar bisa mengelola sumber daya bangsa ini, bukan jadi penonton di negeri sendiri,” tegas Darmono.